Pengging
Legenda Pengging,
Pengging adalah sebuah desa yang terletak di Kelurahan Dukuh, Kecamatan
Banyudono, Kabupaten Boyolali, tapi sekarang Pengging lebih dikenal
oleh masyarakat mencakup 3 Kelurahan yaitu Bendan, Dukuh dan Jembungan.
Dengan peninggalan yang tersisa adalah Pemandian Umbul Pengging ,Umbul
Sungsang dan Makam Pujangga Yosodipuro.
Pengging
juga mempunyai ritual sebaran apem untuk memperingati bulan Sapar,
tradisi ini sudah ada sejak jaman R. Ng Yosodipuro. Hal ini dimulai
karena pengaruh R. Ng Yosodipura yang berjasa dalam membawa rakyat
Pengging dalam meningkatkan hasil pertanian dan mengusir hama. Acara ini
sering bertepatan dengan acara Pengging Fair yaitu pesta rakyat dan
budaza Pengging yang dilaksanakan mendekati bulan Agustus. Acara ini
berlangsung selama seminggu dengan puncak acaranya adalah hari terakhir
perayaan ini. Namun beberapa hari sebelumnya di sepanjang jalan Pengging
sudah ramai dengan pedagang-pedagang, mulai penjual makanan sampai
pakaian tidak hanya pedagang lokal tapi juga dari luar daerah. Acara
tersebut tidak hanya diikuti oleh masyarakat Pengging dan sekitarnya
tapi juga dikunjungi oleh masyarakat luar Pengging misalnya dari
Boyolali, Surakarta, Klaten bahkan luar karisidenan Surakarta.
Pesta
rakyat dan budaya Pengging merupakan acara memperingati HUT Kemerdekaan
Republik Indonesia namun karena suatu hal maka sering dilaksanakan
sebagai pesta budaya sekaligus memperingati jasa R Ng Yosodipuro dalam
bentuk ritual atau upacara tradisi apeman, acara ini mulai
diselenggarakan tahun 1967 dan diadakan secara rutin setiap tahun. Pada
awalnya dilangsungkan dengan sederhana dan hanya menampilkan satu
panggung hiburan. Seiring bertambahnya waktu acara tradisi ini berjalan
semakin maju dan semarak dengan berbagai jenis kegiatan dan hiburan.
Dengan demikian pengunjung yang datang semakin bertambah banyak dan
Pegging menjadi terkenal dengan Obyek Wisata Pemandian Umbul Pengging
dan Makam Pujangga Yosodipuro saja namun juga dengan kegiatan tradisi
tahunan tersebut.
R.
Ng Yosodipuro ádalah seorang Pujangga sekaligus ulama yang menyebarkan
agama Islam hidup pada masa pemerintahan Pakubuwono II dikenal sangat
dekat dengan kaum petani, karena kearifannya seringkali rakyat Pengging
memohon petunjuk termasuk pada saat petani meminta bantuannya untuk
mengatasi serangan hama keong mas. Atas petunjuk R. Ng Yosodipuro para
petani mengambil keong mas tersebut kemudian dimasak dengan cara
dikukus. Sebelumnya keong tersebut dibalut dengan janus yang dibentuk
seperti keong mas. Setiap kali panen padi janur bekas balutan keong mas
tersbut digunakan untuk membuat apem kukus. Apem kukus itu kemudian
dibagi-bagikan pada petani sebagi wujud syukur kepada Tuhan atas hasil
panen yang diberikan dan juga berkurangnya hama keong. Tradisi bagi-bagi
apem akhirnya terus berkembang hingga berjalan sampai sekarang. Bagi
masyarakat yang percaya jika berhasil mendapatkan apem maka diyakini
akan mendatangkan berkat.
Berebut
kue apem kukus keong mas dalam acara Saparan di Pengging, kecamata
Banyudono, Boyolali sudah merupakan tradisi yang tak mudah untuk
ditinggalkan oleh masyarakatnya. Masing-masing RT mengirimkan apem
sebanyak 200 buah kemudian dikumpulkan di kantor kecamatan. Acra Saparan
dilaksanakan tepat di perempatan depan Masjid Cipto Mulyo, kompleks
wisata Umbul Pengging. Malam sebelumnya diadakan prosesi melakukan doa
dan tahlil di Masjid Cipto Mulyo dan dilanjutkan ziarah di makam R. Ng
Yosodipuro kemudian dilanjutkan dengan upacar kenduri serta Sanggaran.
Selanjutnya
ritual diawali dengan kirab budaya dan arak-arakan dua buah gunungan
apem serta berbagi macam kesenian daerah setempat. Dimulai di depan
kantor kecamatan Banyudono menuju halaman Masjid Cipto Mulyo. Acara ini
dihadari oleh pejabat daerah setempat, trah dari R. Ng Yosodipuro serta
kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat.
1. Acara-acara untuk memeriahkan tradisi ini antara lain:
- Pentas
seni dan budaya, yang diadakan disepanjang Jalan Pasar Pengging, acara
dimulai dengan pemotongan pita oleh Bupati Boyolali. Kemudian acara
karnaval oleh murid TK dan SD , drum band, Reog dan Barongsai.
Iring-iringan ini dimulai dari kantor kecamatan Banyudono sampai di
depan Obyek Wisata Umbul Pengging. Malamnya dilanjutkan dengan hiburan
kesenian, terdapat lima panggung kesenian yaitu: panggung band rock,
anak-anak, orkes melayu (dangdut), campursari, dan Wayang kulit dengan lokasi yang sudah dipersiapkan
- Suasana meriah dan ramai dirasakan sejak sore hari, berlanjut hingga tengah malam apalagi pertunjukan wayang kulit yang berlangsung semalam suntuk. Dapat
terlihat disini semua jenis kesenian baik modern maupun tradisional
dapat berjalan bersama. Sehingga secara tidak langsung acara ini juga
dijadikan sebagai sarana promosi dan melestarikan kebudayaan daerah.
Pertunjukan wayang kulit dimainkan oleh dalang dari Pengging sendiri
karena Pengging mempunyai banyak dalang misalnya : Ki Wardono, Ki Gondo
Sawi, Ki Gondo Tomo, Ki Gondo Wajiran, Ki Sabdo Carito, dalang muda Ki
Nyoman dan kadang kadang mengundang dalang terkenal seperti Ki Anom
Suroto dan Warseno Slank diiringi waranggana lokal misalnya Nyimut,
Suparsih, Wayan, Suji diselingi lawak Gogon yang asli Pengging dan
bahkan pelawak Srimulat turut serta menyemarakkan acara ini. Hal ini
mendorong lahirnya seniman - seniman muda dari Pengging selain itu
sanggar karawitan dan tari tradisioanal dibuka di Pengging.
- Diharapkan
dengan diadakannya acara ini mendorong semangat generasi muda untuk
mencintai dan melestarikan kebudayaan serta memajukan daerahnya tidak
hanya melalui kekayaan alam namun juga dengan kesenian, kebudayan dan
peninggalan sejarah