Senin, 30 September 2013

Motif Glugu Seni Boyolali

 BATIK GLUGU

Batik ini merupakan salah satu hasil karya yang dubawa oleh Duta Seni Dan Misi Budaya Kabupaten Boyolali 2013 ke Eropa. disana batik ini sempat dipakai para Peserta saat Upacara HUT NKRI di Kedutaan. sempat seorang warga negara sana menanyakan tentang Batik Indonesia dan Batik Glugu Aseli Boyolali tetap disebut sebagai warisan seni Boyolali.

Bermotif serat pohon kelapa, kerajinan batik glugu kini telah berhasil menambah kekayaan motif batik di Boyolali dengan cirri khasnya yang unik. Bahkan, masyarakat luas dapat menerima kemunculan batik glugu sebagai motif baru dalam tradisi seni kerajinan batik. Sejumlah instansi pemerintah dan perusahaan swasta serta perorangan telah menggunakan batik glugu sebagai seragam batik resmi.
Tidak hanya di lingkungan Pemkab Boyolali saja, tetapi juga intansi lain seperti untuk seragam batik Jateng Visit Year yang dikenakan PNS di propinsi Jateng. Bahkan batik motif serat glugu ini telah menjangkau  instansi pemerintah dan swasta di Jakarta, Kalimantan, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Batik glugu diprakarsai kemunculannya oleh Muhammad Amin (43) warga Dukuh Godeg Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Setelah muncul di pasaran, kini bahkan telah dibuatkan hak paten atas namanya. Ide kreatifnya sebagai pencipta batik glugu muncul saat dirinya menekuni perdagangan kayu glugu tahun 2009 lalu.
“Motif serat glugu ternyata sangat unik, tiap kayu glugu memiliki motif yang selalu berbeda dengan glugu lainnya. Jadi motif serat glugu ini jika dijadikan motif batik jumlahnya akan mencapai jutaan motif,” kata Muhammad Amin yang juga direktur Batik Glugu Abadi.
Menurutnya, sampai saat ini dari galeri yang didirikan di pelosok dukuh Godeg Desa Ngenden Kecamatan Ampel tersebut telah tercipta 3.800 motif batik glugu, termasuk beberapa motif langka yang sudah tidak dapat diproduksi lagi karena sudah tidak ditemukan motifnya lagi.
Sebagaimana motif batik lain, batik glugu pun memiliki filosofi sebagai batik yang memberi kehidupan abadi seperti pohon kelapa yang terus memberikan manfaat saat hidup. Kayu glugunya pun masih sangat bermanfaat, bahkan motif seratnya sangat indah dan beragam hingga sepertinya pohon kelapa itu secara alami telah membatik sendiri dengan motif serat glugunya yang unik dan tiada habis sepanjang massa.

Terselip Ditengah Kota

 Rumah Arca Kridanggo

Lokasi :
Taman kota Sono Kridanggo - Boyolali
Sejarah :
 
 
Kalau dilihat dari luar taman yang tidak begitu menarik ternyata menyimpan berjuta keragaman Boyolali. 
Rumah arca Kridanggo merupakan penampungan benda-benda purbakala yang diketemukan di wilayah boyolali. Penemuan situs purbakala tersebar dari kecamatan selo, cepogo, ampel dan musuk. Rumah arca yang digunakan sejak awal tahun 1990 itu berukuran 12 meter kali 12 meter. 
Rumah arca kridanggo boyolali
Ruang yang sempit dan koleksi yang banyak ini menyebabkan pengunjung yang hendak melihat-lihat peninggalan dari masa Hindu dan Buddha pada abad ke-8 hingga abad ke-10 itu tak nyaman. Nyaris tak tersedia ruang gerak memadai di antara deretan arca batu yang ditemukan di berbagai pelosok Boyolali itu.
Koleksi rumah arca sebagian besar berupa lembu nandi, serta yoni yang merupakan lambang kesuburan wanita. Selain itu, ada pula relief arca berwujud Siwa guru yang bertubuh tambun dan berjanggut serta Siwa Mahadewa. Selain itu, ada pula patung Durga, perempuan bertangan delapan yang menginjak banteng, serta Ganesha dan Wisnu yang menaiki garuda. 
Koleksi arca di museum kridanggo
Yoni & arca nandi
Arca Durga
Antefiks & fragmen arca
Arca nandi
Di luar rumah arca juga terdapat patung Ganesa setinggi 1,5 meter dan yoni yang tingginya sekitar 1 meter yang diketemukan di kecamatan musuk. 
Arca Ganesha & Yoni yg ditemukan di kec.musuk

TAYUB APITAN MILIK JUWANGI

APITAN

Baru kemarin Kecamatan Juwangi, kabupaten Boyolali mengadakan Upacara ritual Apitan. Seperti Upacara ritual sebelumnya Juwangi masih melestarikan budaya ritual Apitannya dengan Tari Tayub.

Tari Tayub merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang masih digunakan dalam upacara ritual Apitan. Tari Tayub ditarikan 5 orang penari putra 2 orang penari putri. Pertunjukan Tari Tayub dalam upacara ritual Apitan dilakukan secara rutin pada akhir panen. Tujuannya agar kesuburan, keselamatan Desa Juwangi dikabulkan oleh Yang Kuasa. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah fungsi dan makna simbolis Tari Tayub dalam Upacara Ritual Apitan di Desa Juwangi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan makna simbolis Tari Tayub dalam Upacara Ritual Apitan di Desa Juwangi. Tujuan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai fungsi dan makna simbolis Tari Tayub dalam Upacara Ritual Apitan di Desa Juwangi bagi masyarakat umum. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian di Desa Juwangi Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali. Sasaran penelitian dalam Tari Tayub yaitu fungsi dan makna simbolis Tari Tayub dalam Upacara Ritual Apitan di Desa Juwangi. Sumber data dari teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan meredukasi data, menyajikan data selanjutnya dilakukan penarikan simpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Tari Tayub memiliki 2 fungsi yaitu sebagai sarana ritual dalam Upacara Ritual Apitan di Desa Juwangi dan sebagai sarana hiburan pribadi baik pelaku maupun penikmat. Makna simbolis yang terkandung pada Tari Tayub adalah dalam meraih cita-cita kita, hendaknya kita dapat mengendalikan hawa nafsu yang ada pada diri kita dengan cara bermusyawarah dengan sesama, bersilaturahmi dan berkesenian. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan kepada pihak-pihak terkait supaya Tari Tayub terus dikembangkan dan dilestarikan agar tidak punah dengan cara melalui diadakan lomba dalam momen yang tepat, sehingga tetap dikenal dalam masyarakat umum.

Boyolali Seh Wetan

Pengging

Legenda Pengging, Pengging adalah sebuah desa yang terletak di Kelurahan Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, tapi sekarang Pengging lebih dikenal oleh masyarakat mencakup 3 Kelurahan yaitu Bendan, Dukuh dan Jembungan. Dengan peninggalan yang tersisa adalah Pemandian Umbul Pengging ,Umbul Sungsang dan Makam Pujangga Yosodipuro.
Pengging juga mempunyai ritual sebaran apem untuk memperingati bulan Sapar, tradisi ini sudah ada sejak jaman R. Ng Yosodipuro. Hal ini dimulai karena pengaruh R. Ng Yosodipura yang berjasa dalam membawa rakyat Pengging dalam meningkatkan hasil pertanian dan mengusir hama. Acara ini sering bertepatan dengan acara Pengging Fair yaitu pesta rakyat dan budaza Pengging yang dilaksanakan mendekati bulan Agustus. Acara ini berlangsung selama seminggu dengan puncak acaranya adalah hari terakhir perayaan ini. Namun beberapa hari sebelumnya di sepanjang jalan Pengging sudah ramai dengan pedagang-pedagang, mulai penjual makanan sampai pakaian tidak hanya pedagang lokal tapi juga dari luar daerah. Acara tersebut tidak hanya diikuti oleh masyarakat Pengging dan sekitarnya tapi juga dikunjungi oleh masyarakat luar Pengging misalnya dari Boyolali, Surakarta, Klaten bahkan luar karisidenan Surakarta.
Pesta rakyat dan budaya Pengging merupakan acara memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia namun karena suatu hal maka sering dilaksanakan sebagai pesta budaya sekaligus memperingati jasa R Ng Yosodipuro dalam bentuk ritual atau upacara tradisi apeman, acara ini mulai diselenggarakan tahun 1967 dan diadakan secara rutin setiap tahun. Pada awalnya dilangsungkan dengan sederhana dan hanya menampilkan satu panggung hiburan. Seiring bertambahnya waktu acara tradisi ini berjalan semakin maju dan semarak dengan berbagai jenis kegiatan dan hiburan. Dengan demikian pengunjung yang datang semakin bertambah banyak dan Pegging menjadi terkenal dengan Obyek Wisata Pemandian Umbul Pengging dan Makam Pujangga Yosodipuro saja namun juga dengan kegiatan tradisi tahunan tersebut.
R. Ng Yosodipuro ádalah seorang Pujangga sekaligus ulama yang menyebarkan agama Islam hidup pada masa pemerintahan Pakubuwono II dikenal sangat dekat dengan kaum petani, karena kearifannya seringkali rakyat Pengging memohon petunjuk termasuk pada saat petani meminta bantuannya untuk mengatasi serangan hama keong mas. Atas petunjuk R. Ng Yosodipuro para petani mengambil keong mas tersebut kemudian dimasak dengan cara dikukus. Sebelumnya keong tersebut dibalut dengan janus yang dibentuk seperti keong mas. Setiap kali panen padi janur bekas balutan keong mas tersbut digunakan untuk membuat apem kukus. Apem kukus itu kemudian dibagi-bagikan pada petani sebagi wujud syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang diberikan dan juga berkurangnya hama keong. Tradisi bagi-bagi apem akhirnya terus berkembang hingga berjalan sampai sekarang. Bagi masyarakat yang percaya jika berhasil mendapatkan apem maka diyakini akan mendatangkan berkat.
Berebut kue apem kukus keong mas dalam acara Saparan di Pengging, kecamata Banyudono, Boyolali sudah merupakan tradisi yang tak mudah untuk ditinggalkan oleh masyarakatnya. Masing-masing RT mengirimkan apem sebanyak 200 buah kemudian dikumpulkan di kantor kecamatan. Acra Saparan dilaksanakan tepat di perempatan depan Masjid Cipto Mulyo, kompleks wisata Umbul Pengging. Malam sebelumnya diadakan prosesi melakukan doa dan tahlil di Masjid Cipto Mulyo dan dilanjutkan ziarah di makam R. Ng Yosodipuro kemudian dilanjutkan dengan upacar kenduri serta Sanggaran.
Selanjutnya ritual diawali dengan kirab budaya dan arak-arakan dua buah gunungan apem serta berbagi macam kesenian daerah setempat. Dimulai di depan kantor kecamatan Banyudono menuju halaman Masjid Cipto Mulyo. Acara ini dihadari oleh pejabat daerah setempat, trah dari R. Ng Yosodipuro serta kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat.
1. Acara-acara untuk memeriahkan tradisi ini antara lain:
- Pentas seni dan budaya, yang diadakan disepanjang Jalan Pasar Pengging, acara dimulai dengan pemotongan pita oleh Bupati Boyolali. Kemudian acara karnaval oleh murid TK dan SD , drum band, Reog dan Barongsai. Iring-iringan ini dimulai dari kantor kecamatan Banyudono sampai di depan Obyek Wisata Umbul Pengging. Malamnya dilanjutkan dengan hiburan kesenian, terdapat lima panggung kesenian yaitu: panggung band rock, anak-anak, orkes melayu (dangdut), campursari, dan Wayang kulit dengan lokasi yang sudah dipersiapkan
- Suasana meriah dan ramai dirasakan sejak sore hari, berlanjut hingga tengah malam apalagi pertunjukan wayang kulit yang berlangsung semalam suntuk. Dapat terlihat disini semua jenis kesenian baik modern maupun tradisional dapat berjalan bersama. Sehingga secara tidak langsung acara ini juga dijadikan sebagai sarana promosi dan melestarikan kebudayaan daerah. Pertunjukan wayang kulit dimainkan oleh dalang dari Pengging sendiri karena Pengging mempunyai banyak dalang misalnya : Ki Wardono, Ki Gondo Sawi, Ki Gondo Tomo, Ki Gondo Wajiran, Ki Sabdo Carito, dalang muda Ki Nyoman dan kadang kadang mengundang dalang terkenal seperti Ki Anom Suroto dan Warseno Slank diiringi waranggana lokal misalnya Nyimut, Suparsih, Wayan, Suji diselingi lawak Gogon yang asli Pengging dan bahkan pelawak Srimulat turut serta menyemarakkan acara ini. Hal ini mendorong lahirnya seniman - seniman muda dari Pengging selain itu sanggar karawitan dan tari tradisioanal dibuka di Pengging.
- Diharapkan dengan diadakannya acara ini mendorong semangat generasi muda untuk mencintai dan melestarikan kebudayaan serta memajukan daerahnya tidak hanya melalui kekayaan alam namun juga dengan kesenian, kebudayan dan peninggalan sejarah