Minggu, 06 Oktober 2013

Mas Mbak Boyolali





Bupati Boyolali dalam sambutan pemilihan Mas dan Mbak Boyolali 2013. di dampingi Mas Mbak Boyolali 2012

Sadranan

UPACARA SADRANAN


Banyak orang berpendapat bahwa orang Jawa pada
khususnya yang hidup di pedesaan atau yang tinggal di
daerah lereng pegunungan tidak dapat menghilangkan adat
istiadat atau tradisi yang telah dilakukan oleh para
leluhurnya, salah satu dari tradisi tersebut adalah Upacara
Tradisional Sadranan yang pada intinya mendoakan arwah
para leluhur yang telah meninggal dunia supaya arwahnya
diterima disisi Tuhan Yang Maha Esa. Adapun
pelaksanaannya ada yang di pekuburan dan ada pula yang
dirumah sesepuh kampung dengan membawa hidangan
atau makanan beraneka ragam.
Yang paling utama dari Upacara Tradisional Sadranan
adalah pembacaan doa Yaasin dan Tahlil Zikir bersamasama.
Maka setiap bulan Ruwah tanggal 15 sampai dengan
menjelang bulan puasa, secara bergantian dari kampung ke
kampung mengadakan Upacara Tradisional Sadranan
tersebut. Dan yang mengherankan dari tradisi ini adalah
semua masyarakat datang berbondong-bondong untuk
bersilaturahmi dan menjalin persaudaraan dengan saling
mengunjungi rumah per rumah dengan menyantap hidangan
yang disajikan. Maksud dan tujuan lainnya yaitu ikut ngalap
berkah kepada para leluhur yang telah meninggal dunia.
Kuatnya nilai-nilai tradisi pada masyarakat yang masih
menjalankannya tersebut didasari keyakinan bahwa setelah
Upacara Tradisional Sadranan tersebut dilaksanakan maka
dalam bekerja untuk mencari nafkah akan diberikan
kelancaran dan kemudahan.

gunung Tugel

ASAL MULA NAMA GUNUNG TUGEL


Kyai Singoprono putera dari Kyai Ageng Wongsaprana II,
yang berdiam di Desa Manglen (sekarang Desa Manglen Kl.
Walen, Kecamatan Simo. Beliau adalah keturunan Raja
Majapahit (Brawijaya V) setelah wafat dimakamkan di
sebelah barat Desa Manglen. Kyai Singoprono adalah anak
tunggal, dan setelah berumah tangga tetap bertempat
tinggal disana.
Kyai Singoprono adalah sosok yang berbudi pekerti luhur,
suka menolong sesama dalam bentuk apapun dan sakti
mandraguna.
Pekerjaannya adalah bercocok tanam, berjualan nasi dan
dawet di pinggir di pinggir jalan ± 4 km dari rumahnya. Sifat
baik hatinya terlihat apabila orang membutuhkan
pertolongan walaupun tidak diminta sekalipun pasti akan
memberikan bantuan.
Makanan yang dijualnyapun tidak sekedar dijualnya namun
juga diberikan kepada orang yang membutuhkan dan hal
tersebut tidak membuatnya menjadi gulung tikar namun
terus bertambah dan bertambah keuntungan yang didapat.
Begitu pula dengan hasil sawah ladangnya yang setiap kali
panen pasti mendapatkan hasil yang berlimpah ruah
sehingga banyak orang yang datang untuk meminta, Kyai
Singopronopun memberi dengan tanpa mengharapkan
kembali.
Demikianlah kebaikan Kyai Singoprono tersebar keseluruh
daerah disekitarnya.
Tetapi tindakan yang terpuji tersebut tidaklah disukai oleh
seorang Kyai yang bernama Raga Runting.
Kyai Rogo Runting merasa iri dengan keberhasilan dan
kebaikan Kyai Singoprono yang selalu disebut-sebut dan
dipuji banyak orang.Sebenarnya Kyai Rogo Runting dan
Kyai Singoprono adalah berteman baik.
Pada suatu ketika Kyai Rogo Runting ingin menunjukkan
kesaktiannya pada Kyai Singoprono dengan mengaitkan
benang dari pegunungan Rogo Runting ke Selatan, yakni
sekarang Kl. Nglembu, Kecamatan Sambi.
Diatas benang tersebut diletakkan sebutir telur dan
kemudian digulirkan dan ajaib, telur tesebut menggelinding
diatas benang dan tidak jatuh dan terus menggelinding dan
akhirnya membentur Gunung sebelah selatan dengan
mengeluarkan suara keras menggelegar dan
mengakibatkan gunung tesebut tugel putus puncaknya, dan
hingga sekarang nama gunung tersebut disebut Gunung
Tugel.
Secara langsung Kyai Singoprono tahu bahwa kejadian
tersebut adalah sebagai alat untuk menunjukkan kesaktian
Kyai Rogo Runting namun Kyai Singoprono tidak tergerak
hatinya untuk membalas. Namun setelah di diamkan
sementara waktu Kyai Rogo Runting semakin menjadi-jadi
dan kemudian secara halus diiyakan oleh Kyai Singoprono,
hal tersebut ditanggapi oleh Kyai Raga Runting sebagai
balasan.
Oleh karena naik pitam oleh tindakan Kyai Raga Runtng
yang meresahkan akhirnya Kyai Singoprono juga
mengaitkan benang dari pegunungan Tugel ke utara, Diatas
benang tersebut juga diletakkan sebutir telur dan kemudian
digulirkan dan keajaiban terjadi juga, telur tesebut
menggelinding diatas benang dan tidak jatuh dan terus
menggelinding dan akhirnya membentur Pegunungan Rogo
Runting mengeluarkan suara keras menggelegar dan
mengakibatkan gunung tesebut.
Tidak nampak kerusakan namun tubuh Kyai Rogo Runting
(rontang ranting/ cerai berai).
Setelah itu Jasad Kyai Rogo Runting dimakamkan di
perbatasan Kecamatan Klego dan Kecamatan Simo,
sedangkan Kyai Singoprono dimakamkan di Gunung Tugel.
MAKAM RADEN AYU BRONTO TELIH DK. MANCASAN,
DESA KRASAK, KEC. TERAS, KAB. BOYOLALI

Sejarah singkat dari sesepuh Dk. Jering yang sudah
meninggal dunia bahwa di Dukuh Kembang Lampir, Ds.
Gumukrejo Kecamatan Teras sebelum Kerajaan Surakarta
berdiri ada seorang tokoh bernama Ki Ageng Kembang
Lampir. Ki Ageng Kembang Lampir mempunyai seorang
anak bernama Raden Ayu Bronto Telih. Setelah menginjak
usdia dewasa Raden Ayu Bronto Telih hamil tanpa diketahui
siapa yang telah menghamilinya, sehingga membuat Ki
Ageng Kembang Lampir marah-marah dan malu terhadap
warga karena anaknya hamil tanpa diketahui siapa ayah dari
calon bayi yang dikandung Raden Ayu Bronto Telih.
Karena takut akan kemarahan ayahnya Raden Ayu Bronto
Telih secara diam-diam pergi dari rumah.
Mengetahui anaknya pergi dari rumah, tersadarlah Ki Ageng
Kembang Lampir timbul rasa sesal dan belas kasihan.
Setelah ditungu selama beberapa hari Raden Ayu Bronto
Telih tidak kunjung pulang, Ki Ageng menyuruh warga agar
mencari anaknya, namun tidak menemui hasil.
Alkisah di Dukuh Kembang Lampir ada seorang pencari
burung dengan senjatanya berupa tulup (berupa buluh
panjang yang berfungsi sebagai pelontar semacam peluru
dengan cara ditiup) sedang berburu burung, kebetulan si
pencari burung melihat ada seekor burung perkutut hinggap
di sekitar rumah Ki Ageng Kembang Lampir namun ketika
hendak ditangkap burung tersebut terbang menjauh dan
selalu begitu ketika hendak ditangkap terbang kearah barat
laut, pada akhirnya sampailah pengejarannya disebuah
punthukan (bukit kecil) dan burung perkutut tersebut
hinggap pada dahan pohon serut, si pencari burung
terheran-heran karena setelah dicari-cari tidak ditemukannya
burung perkutut itu namun betapa terkejutnya si pencari
burung mendapati sesosok bayi yang baru saja lahir dan
perempuan dengan kondisi setelah melahirkan tetapi sudah
tidak bernyawa, setelah dia mendekat si pencari burung
mengenali sosok tersebut yang tidak lain adalah Raden Ayu
Bronto Telih anak Ki Ageng Kembang Lampir yang selama
ini dicari-cari keberadaannya.
Lalu pencari burung tersebut membawa pulang jabang bayi
tersebut ke rumah Ki Ageng Kembang Lampir serta
membawa kabar berita bahwa Raden Ayu Bronto Telih telah
meninggal dundia.
Singkat cerita Ki Ageng Kembang Lampir kemudian
membawa jasad Raden Ayu Bronto Telih dan dimakamkan
di puntuk / gumuk yang kemudian diberikan nama Gumuk
Selo Bentar yang sampai saat ini oleh masyarakat Dukuh
Jering dan sekitarnya dikeramatkan dan setiap hari Selasa
dan Jumat berdatangan masyarakat untuk berziarah,
berdoa, memohon berkah di Makam Raden Ayu Bronto
Telih. Setiap bulan Ruwah diadakan pula ditempat ini acara
ritual Sadranan.
Dengan panorama Padas Gilik (tebing berketinggian ± 20m)
dan pemandangan alam disekitar bantaran Sungai butak
menambah keasrian tempat ini menunggu dikembangkan
menjadi salah satu obyek tujuan wisata.

Simo Boyolali

ASAL MULA NAMA SIMO

Sawah dan ladang milik Kyai Singoprono subur dengan hasil
melimpah ruah, namun kesemuanya itu merupakan hasil
kerja keras dan doa yang senantiasa menghiasinya.
Suatu malam yang cerah, bulan dan bintang bersinar terang,
dengan membawa tombak saktinya, Kyai Singoprono pergi
ke sawah untuk melihat-lihat apakah tanamannya aman dari
gangguan hama dan binatang.
Dengan berhati-hati dan waspada Kyai Singoprono
mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa
tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak.
Namun hatinya gundah tak menentu tapi tidak mengetahui
sebabnya, sebentar-sebentar dilihatnya sawah didepannya
walaupun tidak terlihat sesuatu apapun kemudian duduk
kembali untuk waspada terhadap suara-suara yang
mencurigakan tetapi tak ada sesuatu peristiwa yang
menjawab kegundahan itu.
Setelah sementara waktu dari kejauhan sayup terdengar
suara gemuruh datang mendekat dan terus mendekat ke
arah Kyai Singoprono duduk, dan semakin lama terdengar
jelas banyak kaki-kaki binatang besar berlari mendekat.
Berdegup kencang jantung Kyai Singoprono mendengarnya.
Waspada dengan tombak sakti ditangan dan terjawab
kegundahan hatinya, dari arah depan datang segerombolan
babi rusa menghampiri sawahnya dan mereka berpesta
pora, makan dan merusak tanamannya. Kyai Singoprono
berfikir sejenak akan ditangkapnya babi rusa itu namun
karena banyak akhirnya diurungkan niat dan diteguhkan
hatinya untuk menyerang kawanan itu..
Kyai Singoprono mengendap-endap mendekati kawanan
babi rusa itu dan setelah mantap hatinya maka dibidikkanlah
tombak pusaka ditangan dan dilempar dan mengenai salah
satu babi rusa itu namun aneh bukannya roboh dan mati
tetapi terus berlari seperti tak terkena senjata tombak itu.
Oleh karena serangan yang tiba-tiba, kawanan babi rusa itu
terkejut dan tunggang langgang lari masuk kembali menuju
hutan.
Oleh karena tombak saktinya tertancap pada salah satu babi
rusa tersebut Kyai Singoprono terus mengejar berharap babi
rusa yang terkena tombaknya akan mati kehabisan tenaga.
Terus mengejar seakan ada kekuatan gaib merasuki diri
Kyai Singoprono sehingga mendapat kekuatan untuk berlari.
Setelah lama dikejar sampailah Kyai Singoprono ditengah
hutan dan sekoyong-koyong keadaan sekitar Kyai
Singoprono berubah menjadi alun-alun keraton dan
didepannya tampaklah istana keraton nan megah. Kyai
Singoprono merasa bahwa dirinya bermimpi dan dicubitnya
lengannya namun masih merasa sakit, Kyai Singoprono
berjalan mendekati istana tersebut lalu tampaklah prajurit
yang menjaga istana datang menghampirinya dengan
tergesa-gesa dan kemudian bertanya kepada prajurit
penjaga.
Penjaga tersebut bercerita bahwa puteri raja sedang sakit
keras dan telah diupayakan melalui berbagai cara dan
berbagai pengobatan namun tak kunjung sembuh dan Raja
telah membuat sayembara yang bunyinya barang siapa
yang bisa mengobati sakit sang puteri, bila laki-laki akan
dijadikan menantu dan apabila wanita akan dijadikan
saudara bagi puterinya. Mendengar cerita itu Kyai
Singoprono ingin mencoba mengobati penyakit sang puteri
raja. Setelah mendapatkan ijin Kyai Singoprono diantar
berjalan menuju ruang peristirahatan sang puteri, dan
setibanya disana terlihat keluarga raja sedang berduka dan
tak kuasa menahan tangis.
Dipersilahkan Kyai Singoprono mengobati sang puteri.
Setelah diraba dengan dibubuhi mantra Kyai Singoprono
menemukan pada pangkal paha sang puteri tertancap
tombak saktinya. Betapa terkejutnya Kyai Singoprono akan
hal itu namun disembunyikan perasaannya dan ia yakin
bahwa tombak saktinyalah yang menyebabkan sang puteri
sakit.
Benar adanya setelah tombak sakti tersebut dicabut dan
dimasukkan ke dalam kantong baju Kyai Singoprono secara
ajaib sebuhlah sang puteri dari sakitnya.
Sesuai dengan janji sang raja maka Kyai Singoprono
dijadikan menantu sang raja dan diadakan pesta yang
meriah dan entah kekuatan apa yang merasuki Kyai
Singoprono sehingga tidak ingat akan dirinya yang telah
memiliki isteri.
Hari demi hari berlalu dan mereka hidup rukun saling
mencintai dan tiba-tiba teringatlah Kyai Singoprono kepada
isterinya dan ingin pulang untuk menemui isteri yang telah
lama ia tinggalkan.
Maka Kyai Singoprono pamit untuk pergi mengembara untuk
waktu yang agak lama.
Setelah diijinkan berangkatlah Kyai Singoprono menuju ke
kampung halamannya, namun betapa terkejutnya setelah ia
bertemu orang-orang yang berteriak babi rusa dan
mengejarnya, begitulah seterusnya berulang kali sampai
suatu saat merasa lelah dan pulang kembali menuju
kerajaan sang puteri.
Kyai Singoprono berfikir sejenak dan memohon kepada
Tuhan agar diberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi
pada dirinya.
Dan teringat pulalah pada pakaian yang ia kenakan pada
waktu mengejar babi rusa dan segera seperti mendapatkan
petunjuk saat itu juga dilepaskan pakaian barunya dan
dikenakannya kembali pakaian usangnya dan setelah itu ia
minta ijin lagi kepada isteri barunya untuk kembali pergi
meneruskan perjalanan, anehnya dalam perjalanannya Kyai
Singoprono tidak dikejar-kejar orang lagi dan tidak ada yang
meneraki babi rusa lagi.
Setelah berjalan seharian menjelang maghrib sampailah
Kyai Singoprono di tepi kampung halamannya dan beberapa
saat kemudian sampai di depan rumahnya namun terkejut
bukan kepalang karena sayup-sayup terdengar suara doa
yang dipanjatkan seperti bila ada orang yang mempunyai
hajat kenduri. Dengan perasaan yang kurang enak Kyai
Singoprono terus berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Begitu melihat Kyai Singoprono orang-orang yang tadinya
berdoa di dalam rumahnya berhamburan keluar dengan
wajah pucat pasi tak ada yang berani menatap Kyai
Singoprono dan perempuan-perempuan yang ada di dapur
tak ada yang bisa berlari karena kaki mereka seperti dipaku
ke tanah akibat melihat Kyai Singoprono. Segera Kyai
Singoprono menghampiri isterinya dan lama sekali mereka
berpandangan melepas rindu dan tanda tanya yang selama
ini menyelimuti kepergian Kyai Singoprono. Orang-orang
yang tadinya lari tunggang langgang pun memberanikan diri
kembali masuk ke dalam rumah dan ingin tahu kejadian apa
sebenarnya yang telah dialami oleh Kyai Singoprono. Ya,
kepergian Kyai Singoprono telah 3 tahun (1000 hari)
lamanya meninggalkan isterinya.
Semenjak saat itu menjadi tradisi bagi masyarakat sekitar
Simo dan Walen bahwa bila ada sanak keluarga yang hilang
setelah 3 tahun tidak pulang maka keluarga itu tidak
mengharapkan kembali atau dengan anggapan bahwa telah
meninggal dunia tetapi apabila kurang dari 3 tahun maka
keluarganya masih tetap mencari dan mengharapkan
kedatangan sanak keluarga yang hilang tersebut.
Kembali kepada Kyai Singoprono yang telah kembali kepada
kehidupan kesehariannya yang setelah mengalami kejadian
tersebut menjadi lebih tekun beribadah dan bertambah
taqwa kepada Yang Maha Kuasa. Cerita tentang Kyai
Singoprono yang telah menghilang selama 3 tahun tersebut
menjadi buah bibir tersebar sampai ke seluruh pelosok
negeri sampai ke Kerajaan Demak dan sang Sultan Demak
ingin bertemu dengan Kyai Singoprono dan ingin
mengetahui kesaktiannya apalagi saat itu Sultan memiliki
rencana untuk menaklukkan Raja Pengging. Akhirnya Sultan
Demak berangkat sendiri menyamar menjadi rakyat jelata
yang miskin dan dikawal pasukannya menuju kediaman Kyai
Singoprono di Desa Walen hal tersebut dilakukan agar Kyai
Singoprono tidak mengenal sang Sultan dengan pakaian
kebesarannya sebagai seorang raja. Setelah berjalan
berhari-hari sampailah Sultan Demak di sebuah desa yang
disitu tumbuh sebatang pohon duwet putih yang rindang dan
Sultan Demak ingin beristirahat barang sejenak dan
diperintahkannya beberapa prajuritnya untuk mencari
keterangan dimanakah rumah Kyai Singoprono, setelah
mendapatkan keterangan dari penduduk desa kembalilah
prajurit menemui sang Sultan dan meneruskan perjalanan
kembali menuju kediaman Kyai Singoprono. Sesampainya di
rumah Kyai Singoprono sang Sultan duduk di depan pintu
rumah sambil meminta sedekah. Saat itu Kyai Singoprono
sedang makan siang dan segera ditinggalkannya makanan
yang sedang disantapnya kemudian datang menghampiri
pengemis itu dan dipersilakan untuk masuk dan makan
bersamanya. Namun pengemis itu bertanya kepada Kyai
Singoprono mengapa seorang pengemis yang hina papa di
persilakan dan diperlakukan demikian? Jawab Kyai
Singoprono bahwa hal tersebut adalah tindakan yang biasa
dan harus dilakukan kepada siapapun juga tidak boleh
pandang bulu apalagi saya tahu bahwa anda bukan
pengemis dan anda adalah Sultan Demak yang sedang
menyamar menjadi seorang pengemis dan perlu
diperlakukan dengan hormat. Takjublah sang Sultan
mendengar hal tersebut dan mengambil kesimpulan bahwa
memang berita yang sang Sultan dengar selama ini
bukanlah isapan jempol semata, melainkan sebuah
kenyataan bahwa Kyai Singoprono adalah seorang yang arif
bijaksana baik dalam perkataan dan perbuatannya juga sakti
mandraguna, sampai-sampai sang Sultan terduduk di depan
Kyai Singoprono namun Kyai Singoprono menempatkan diri
sebagai rakyat biasa yang menghadap rajanya.
Kyai Singoprono dan sang Sultan terlibat dalam
pembicaraan yang panjang lebar dan disampaikan pula oleh
sang Sultan keinginannya untuk menaklukkan Kerajaan
Pengging dan telah disiapkan pasukan menuju ke Kerajaan
Pengging dan sekarang tengah beristirahat di sekitar pohon
duwet putih menunggu perintah sang Sultan, namun apa
yang menjadi keinginan sang Sultan tidak dikabulkan oleh
Kyai Singoprono dan apabila sang Sultan berperang akan
menemui kegagalan namun sang Sultan tetap pada
pendiriannya sehingga terus terjadi perdebatan diantara
mereka berdua. Setelah lama berdebat sang Sultan tetap
pada pendiriannya mengajukan syarat apabila Bende
pusaka Kyai Bercak yang tergantung dipohon duwet putih
tempat pasukan Kerajaan Demak dipukul dan mengeluarkan
bunyi keras maka Kyai Singoprono akan setuju tetapi
kebalikannya apabila bende pusaka yang tergantung
dipohon duwet putih tempat pasukan Kerajaan Demak
dipukul dan mengeluarkan bunyi tidak keras maka dia tidak
setuju dengan apa kehendak sang Sultan dan memohon
sang Sultan untuk kembali ke Kerajaan Demak beserta
pasukannya. Menanggapi perkataan Kyai Singoprono sang
Sultan pergi meninggalkan Kyai Singoprono menuju pohon
duwet putih (sekarang masih hidup dan terletak di sebelah
barat Kantor Kecamatan Simo, Boyolali) kemudian
memerintahkan kepada salah seorang prajuritnya untuk
memukul Bende Pusaka Kyai Bercak dan ternyata setelah
dipukul mengeluarkan bunyi hanya seperti harimau yang
mengaum. Suara itu terdengar sampai jauh dan
mengundang perhatian banyak orang karena memang di
daerah tersebut sering terdapat gangguan harimau.
Orang-orang di daerah itu lalu menuju arah dimana
datangnya suara tadi untuk mengejar harimau tersebut dan
sampailah orang banyak tersebut di tempat dimana pasukan
sang Sultan berhenti tepatnya dipohon duwet putih tempat
Bende pusaka Kyai Bercak dikaitkan diatasnya.
Berkatalah orang banyak tersebut tentang suara yang
mereka dengar datang dari arah tersebut lalu sang Sultan
sendiri datang menghampiri mereka dan berkata bahwa
suara tersebut bukan berasal dari harimau sesungguhnya
melainkan dari Bende Pusaka Kyai Bercak yang dipukul dan
mengeluarkan bunyi seperti auman seekor harimau dan
menyatakan kepada orang banyak tersebut bahwa besok
jika tempat menjadi sebuah desa maka dinamakan Desa
Simo, dan setelah berkata demikian orang banyak itu lalu
pulang ke rumah masing-masing dan setelah peristiwa itu
masyarakat menamakan daerah itu Desa Simo.

Tari Damai





Bupati Boyolali bersama Sekertaris Daerah dan Penari Damai dalam rangka pesta rakya Boyolali. Di halaman Kantor Kabupaten baru